SEBAIK saja berkahwin, kehidupan seseorang itu akan berubah. Mana tidaknya daripada hidup seorang kini berdua, daripada mempunyai sebuah keluarga kini sudah mempunyai dua keluarga.

Hubungan menantu dan mertua selalunya akan berbeza pendapat. Seringkali menantu yang tidak menyukai mertua atau sebaliknya. Bahkan, banyak yang berlaku akhirnya hubungan antara anak dan orang tua bermasalah kerana ketidaksefahaman mertua dan menantu.

Mungkin perbezaan zaman, terdahulu isteri akan berdiam diri dan akur sekiranya suami selingkuh di belakang tapi hari ini kaum wanita lebih berani bersuara malah bertindak untuk melakukan sesuatu di luar jangkaan.

Difahamkan, pasangan suami isteri ini tinggal beransingan (PJJ) kerana kekangan kerja. Dengan tindakan berani yang dikatakan ber4ng dengan suaminya selingkuh dan mahu kahwin lagi, dia telah mengupah khidmat jentera berat untuk merobohkan sebuah rumah mewah yang merupakan kediaman tetap mereka.



Wanita itu akui langsung tidak menyesal dengan keputusan terbabit kerana terlampau ger4m dirinya dikhianati hidup-hidup. Rumah yang kelihatan mewah itu dikatakan dibina secara berperingkat selama 5 tahun berturut dan dianggarkan bernilai RM 87,000.

Pasangan itu cuba mencari penyelesaian damai namun menemui jalan buntu sehingga mencapai kata sepakat untuk merobohkan rumah tersebut yang di bina diatas tanah orang tua.



Mereka beranggapan sama-sama sudah tiada hak untuk memiliki rumah tersebut kerana telah berpisah dan rumah tersebut bukan dibuat atas nama persendirian.

Seeloknya, kita sebagai pasangan suami isteri perlulah saling bertolak ansur menjaga keharmonian rumahtangga untuk mengelakkan prkara yang tidak diingini berlaku.



Nasihat Bersama, Adab Bercerai bagi Suami
Mengingat talak hanya bisa dijatuhkan oleh suami, maka suami harus menjaga adab bercerai supaya jangan sampai ia melukai sang istri. Berikut adalah beberapa adab yang perlu untuk dijaga oleh mereka yang hendak menjatuhkan talak kepada istrinya, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin.

Pertama, menjatuhkan talak ketika sang istri pada masa suci, yang pada masa suci itu belum terjadi persetubuhan di antara keduanya. Karena apabila talak dijatuhkan pada masa haid atau pada masa suci yang telah terjadi hubungan badan, maka akan membuat masa ‘iddah perempuan berlangsung lebih lama, sehingga dapat semakin memberatkan bagi perempuan.

Diceritakan bahwa Ibnu Umar pernah menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih berada pada masa haid. Ketika mendengar berita tersebut, Rasulullah Muhammad Saw. memberikan instruksi kepada Sayyidina Umar supaya memberitahu anaknya untuk merujuk kembali istrinya, lantas menunggu beberapa saat jika besikeras tetap ingin mentalaknya.

Adapun faidah dari perintah Nabi untuk bersabar menanti selama dua kali masa suci setelah merujuk istri ialah supaya tujuan dari rujuk itu bukan hanya untuk mentalak kembali semata. Juga memberikan kesempatan ketika ingin mengurungkan niatnya untuk bercerai.

Kedua, mencukupkan dengan talak satu saja, serta tidak mengumpulkan tiga talak dalam satu ucapan. Karena sebenarnya dengan talak satu saja sudah bisa menyampaikan apa yang dimaksud, yakni bercerai.

Selain itu juga dapat diambil faidah untuk merujuknya setelah selesainya masa ‘iddah, jikalau seorang suami tadi merasa menyesal atas talak yang telah dijatuhkannya, dan istri bersedia menerimanya.

Berbeda halnya apabila langsung dijatuhkan tiga talak sekaligus, selain dapat lebih menyakiti hati perempuan, juga akan membutuhkan proses yang lebih panjang untuk dapat merujuknya.

Ketiga, lemah lembut dalam menjatuhkan talak maupun menyampaikan alasan. Bukan dengan cara kasar dan bengis, sehingga dapat melukai perasaan seorang istri. Lebih lanjut Imam al-Ghazali
menambahkan bahwa, hendaknya suami memberikan hadiah perpisahan kepada istrinya, sebagai pelipur lara dan penghibur atas rasa sakit yang diderita oleh istri akibat perceraian.

Kita semua paham, bahwa perpisahan dengan seorang yang dikasihi merupakan hal yang sangat menusuk perasaan. Sehingga sudah selayaknya, seorang lelaki yang baik, memberi pelipur lara kepada orang yang telah berjasa kepadanya dan menemani hari-harinya.

Keempat, tidak membuka rahasia istri setelah keduanya berpisah. Hal ini juga berlaku ketika keduanya masih berada dalam ikatan pernikahan. Kita tentu dapat memahami bahwasanya menceritakan rahasia pasangan–terlebih menceritakan aibnya–, merupakan sebuah penghianatan di antara dua insan yang sudah saling berjanji.

Oleh karenanya, pantas saja apabila orang-orang saleh pada zaman dahulu hendak bercerai dengan istrinya, lantas ada orang yang bertanya terkait hal yang membuatnya ragu hingga menceraikan istrinya, maka mereka menjawab, “Orang berakal tidak mungkin membuka rahasia pasangannya!”

Selain itu, jika ditanya menyangkut alasan perceraian, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa orang saleh tak mungkin menyebarkan alasan itu. Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber :YouTube official inews & Portal detik news dan riverbed.me